Majelis hakim menegaskan, dalam persidangan terbukti, PT GKP sebagai tergugat intervensi memiliki izin lingkungan terbit 11 Januari 2021.
Sehingga, hakim berkesimpulan, penerbitan izin operasi produksi PT GKP tidak didahului perubahan izin lingkungan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, majelis hakim pun berpendapat penerbitan IUP PT GKP oleh DPM-PTSP Sultra tidak sesuai dengan undang-undang.
"Pasal 32 huruf C Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara," dikutip salinan putusan PTUN Kendari.
Selain itu, PTUN Kendari juga menyatakan penerbitan IUP PT GKP di Konawe Kepulauan tidak sesuai dengan asas kecermatan dalam AUPB.
Lantaran, DPM-PTSP Sultra dinilai tidak mempertimbangkan keseluruhan dokumen, salah satunya perubahan izin lingkungan tersebut.
Kuasa Hukum Masyarakat Konawe Kepulauan, Harrimuddin mengatakan, sebenarnya dalam gugatan yang dilayangkan, meminta pelaksanaan IUP PT GKP ditunda.
Namun, kata Harimuddin, majelis hakim tidak mengabulkan, sehingga PT GKP masih bisa beroperasi sepanjang izin tambang yang diterbitkan DPM-PTSP Sultra belum inkrah.
Tetapi dalam keputusan lain, Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Konkep yang memasukkan pasal-pasal tambang.
"Putusan MA soal judicial review itu tidak membatalkan keputusan ini, tapi membatalkan perda ini, sehingga cara membacanya, seluruh aktivitas pertambangan mestinya dihentikan pemerintah," tegas Harimuddin saat dihubungi, pada Jumat (3/2/2023).
Editor : Asdar Zuula