Setelah itu, pihak BSJ kembali merugi pada akhir Januari 2019, sebab pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) menghentiknan aktivitasnya sementara waktu, karena harus memperpanjang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang sudah berkahir saat itu.
Menurut Direktur HW, selama proses perpanjangan yang memakan kurang lebih 3 bulan, BSJ tetap harus mengeluarkan biaya operasional cukup besar melunasi sewa per bulan 4 Tongkang, biaya BBM jenis Solar, gaji crew maupun karyawan dan biaya operasional lainnya.
"Dari kejadian-kejadian yang telah menimpa PT BSJ di akhir tahun 2017 dan berlanjut di tahun 2018 kemudian kembali lagi terjadi di tahun 2019 tersebut, demi kelangsungan atas pendapatan dari kontrak pekerjaan PT BSJ di saat itu, sehingga saya memutuskan untuk sebagian dana dari pencairan invoice yang telah diterima, yang seharusnya disetorkan ke negara namun pada saat itu saya putuskan agar dana tersebut dialihkan sementara kepada biaya-biaya operasiinal di lapangan," kata HW.
Lanjut HW, pada 31 Desember 2019 BSJ kembali menderita kerugian, setelah pemerintah mengeluarkan larangan ekspor hasil tambang nikel.
"Dengan permasalahan yang terjadi dari sejak akhir tahun 2017 hingga sampai 2019 tersebut menyebabkan PT BSJ untuk sementara waktu belum dapat menyelesaikan pembayaran atas kurang bayar dari PPN yang telah tertunggak di tahun 2018 dan 2019," ungkap HW.
Kata HW, kondisi ini diperparah rekanan bisnis BSJ yakni PT SKM belum menyelesaikan sisa tagihan invoicenya senilai Rp7.203.459.546,-.
Editor : Asdar Zuula
Artikel Terkait