get app
inews
Aa Text
Read Next : Kawal Pilkada 2024, Bawaslu Sultra Dorong Kolaborasi Pengawasan Partisipatif

Jelang Pencoblosan, Bawaslu Sultra Lakukan Pemetaan TPS Rawan di Sejumlah Daerah

Minggu, 24 November 2024 | 13:19 WIB
header img
Jelang Pencoblosan, Bawaslu Sultra Lakukan Pemetaan TPS Rawan di Sejumlah Daerah. (Foto: Asdar)

KENDARI, iNewsKendari.id - Jelang pencoblosan Pilkada serentak 2024, Bawaslu Sulawesi Tenggara (Sultra), lakukan pemetaan Tempat Pemungutan Suara (TPS) rawan pada sejumlah daerah.

Pemetaan TPS rawan ini dilakukan Bawaslu Sultra, dengan berbagai indikator sesuai Surat Edaran Nomor 112 tahun 2024 tentang identifikasi potensi TPS rawan di Pilkada Serentak 2024.

Hal ini disampaikan Ketua Bawaslu Sultra, Iwan Rompo Bane, didampingi Anggota Bawaslu Sultra, Bahari, Darma dan Indra Eka Putra di salah satu hotel di Kota Kendari, Sabtu (23/11/2024).

Iwan Rompo mengungkapkan, pemetaan TPS rawan ini dengan 8 variabel yakni, kerawanan penggunaan hak pilih, keamanan, politik uang, politisasi SARA, netralitas, logistik, lokasi TPS, serta jaringan internet dan listrik.

Iwan Rompo menyebut, berdasarkan hasil indentifikasi, kerawanan penggunaan hak pilih yang banyak terjadi adalah di TPS terdapat pemilih disabilitas yang dalam DPT berjumlah 3.565 TPS.

TPS dengan pemilih DPTb berjumlah 1.630 TPS. TPS dengan pemilih TMS (Tidak Memenuhi Syarat) yang masih masuk dalam DPT 1.463 TPS.

“TPS dengan adanya pemilih TMS masih masuk dalam daftar pemilih merupakan kerawanan yang dapat mempengaruhi potensi terjadinya fraud atau penyalahgunaan hak pilih terhadap pemilih tidak memenuhi syarat,” ungkap Iwan Rompo.

TPS berpotensi terdapat pemilih Daftar Pemilih Khusus (DPK) berjumlah 535 TPS. TPS terdapat penyelenggara pemilihan merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas berjumlah 303 TPS.

TPS dengan riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) atau Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU) berjumlah 41 TPS.

Variabel ini kata Iwan Rompo, masuk kategori rawan karena dapat mempengaruhi tahapan pemungutan dan penghitungan suara.

“Terdapat tiga kabupaten kota dengan jumlah tps rawan terbanyak pada aspek variabel penggunaan hak pilih yaitu, konawe selatan, kolaka utara dan konawe,” kata Iwan Rompo.

Lebih lanjut Iwan Rompo menyebut, pada variabel kerawanan keamanan teridentifikasi jarang terjadi, namun tetap menjadi fokus Bawaslu Sultra untuk melakukan antisipasi.

Hasil identifikasi Bawaslu Sultra, kerawanan keamanan TPS paling banyak terjadi di TPS memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilihan berjumlah 22 TPS.

Selain itu, TPS memiliki riwayat terjadi kekerasan berjumlah 13 TPS, dan TPS mendapat penolakan penyelenggaraan pemungutan suara berjumlah 3 TPS.

“Pada variabel (keamanan) ini, tiga kabupaten kota dengan jumlah tps rawan terbanyak yaitu, kota baubau, buton selatan, dan kolaka utara,” ungkap Iwan.

Pemetaan Bawaslu Sultra terkait kerawanan praktik politik uang di lokasi TPS teridentifikasi jarang terjadi. Namun kata Iwan Rompo, perlu diantisipasi.

“Indikator kerawanan di TPS yang terjadi pada variabel ini adalah TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS berjumlah 10 TPS,” kata Iwan Rompo.

Variabel ini lanjut Iwan, dikategorikan rawan karena selain mempengaruhi tahapan pemungutan dan penghitungan suara, juga dapat mempengaruhi preferensi pemilih melalui metode fraud.

“Terdapat dua kabupaten kota dengan jumlah tps rawan (praktik politik uang) yaitu, kabupaten kolaka dan kabupaten bombana,” ungkap Iwan.

Kerawanan politisasi SARA di sekitar lokasi TPS juga teridentifikasi jarang terjadi.

Identifikasi Bawaslu Sultra, jumlah TPS yang terdapat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama, suku, ras, antar golongan di sekitar lokasi TPS berjumlah 8 TPS.

“Terdapat dua kabupaten kota yang memiliki riwayat jumlah tps rawan (politisiasi SARA) yaitu Kolaka dan buton tengah,” jelas Iwan Rompo.

Sementara rawan netralitas berjumlah 3 TPS, dengan indikator sekitar TPS terdapat ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan Perangkat Desa melakukan tindakan atau kegiatan menguntungkan atau merugikan pasangan calon.

Variabel ini kata Iwan Rompo, dikategorikan rawan karena dapat mempengaruhi legitimasi penyelenggaraan pemilihan dan berpotensi menjadi tindakan diskriminatif yang merugikan peserta pemilihan.

“Selain itu, pelanggaran netralitas juga dapat berpotensi meningkatkan risiko terjadinya manipulasi suara dan mobilisasi massa,” kata Iwan.

Sesuai identifikasi Bawaslu Sutra, ada 2 kabupaten/kota yang memiliki riwayat TPS rawan netralitas yakni, Kota Kendari 2 TPS, dan Kabupaten Kolaka Utara 1 TPS.

“Namun pada indikator pelanggaran netralitas KPPS, tidak terjadi di semua TPS se-Sulawesi Tenggara,” ungkapnya.

Kerawanan TPS terkait permasalahan logistik Pilkada indikatornya terdapat riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara Pemilu mengalami kerusakan pada 5 TPS.

Kemudian, 25 TPS memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat Pemilu lalu.

Ada juga 15 TPS memiliki riwayat keterlambatan distribusi logistik pemungutan dan penghitungan suara (maksimal H-1) saat Pemilu.

Iwa Rompo menyebut, kerawanan logistik ini bisa mempengaruhi jalannya pemungutan dan penghitungan suara, serta dapat menunda proses pemilihan.

Kata Iwan, kerawan kerusakan logistik dikarenakan tidak cermatnya penyelenggara pemilihan melakukan penyortiran, penyimpanan, dan pendistribusian logistik.

Sementara keterlambatan distribusi bahkan tidak tersedianya logsitik di TPS, karena penyelenggara pemilihan tidak cermat melakukan penyortiran dan tidak menghitung ketersediaan logistik.

Data Bawaslu Sultra, TPS memiliki riwayat permasalahan logistik seperti ini berada pada tiga kabupaten/kota yakni, Kota Baubau, Kabupaten Buton dan Kolaka.

Kerawanan lokasi TPS adalah, 56 TPS sulit dijangkau, 11 TPS didirikan di daerah rawan bencana (banjir, tanah longsor dan gempa). TPS yang berada di dekat sekolah, siswanya berpotensi memiliki hak pilih jumlahnya 29 TPS.

TPS dekat wilayah kerja (pertambangan dan pabrik) berjumlah 37 TPS.

TPS berada di dekat rumah pasangan calon atau dekat posko kampanye pasangan calon berjumlah 57 TPS, dan 11 TPS di lokasi khusus.

Hal ini dinilai rawan karena berpotensi terjadi mobilisasi dan intervensi kepada pemilih.

“Pada varibel ini, ada tiga kabupaten/kota yang memiliki riwayat tps rawan terbanyak yaitu, kolaka utara, konawe selatan dan bombana,” sebut Iwan.

Kerawanan TPS terkait jaringan internet dan listrik teridentifikasi cukup sering terjadi.

Kendala jaringan internet terjadi pada 450 TPS, dan kendala aliran listrik di 179 TPS.

“Variabel ini dikategorikan rawan karena dapat mempengaruhi jalannya proses pemungutan dan penghitungan suara diantaranya dapat menghambat pelaporan dan koordinasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemilihan,” kata Iwan Rompo.

Berdasarkan data Bawaslu Sultra, ada 3 Kabupaten/Kota yang memiliki riwayat TPS rawan jaringan internet dan listrik terbanyak yakni, Buton Selatan, Kolaka Utara, dan Kolaka Timur.

Dari data hasil identifikasi TPS rawan pada 17 Kabupaten/Kota, Bawaslu Sultra, sudah menyiapkan strategi untuk mencegah terjadinya pelanggaran di sejumlah TPS rawan.

Editor : Asdar Zuula

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut