get app
inews
Aa Text
Read Next : Capai Target Pembentukan Koperasi Merah Putih, Kades dan Lurah di Sultra Dapat Kendaraan Dinas

Angka Stunting Kolaka Timur Turun, Terendah di Sulawesi Tenggara

Rabu, 28 Mei 2025 | 17:29 WIB
header img
Angka Stunting Kolaka Timur Turun, Terendah di Sulawesi Tenggara. (Foto: Istimewa)

KOLAKA TIMUR, iNewsKendari.id - Dalam waktu kurang dari setahun, angka stunting di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara (Sultra) berhasil ditekan hampir setengahnya, dari 31,3 persen menjadi hanya 16,9 persen. 

Penurunan drastis ini bukan kebetulan, melainkan buah dari kerja keras terpadu lintas sektor di bawah komando Bupati Koltim, Abd Azis.

Penurunan angka stunting ini berdasarkan data Survey Status Gizi Indonesia (SSGI), dalam angka Kementerian Kesehatan tahun 2024.

Di mana, pada tahun 2023 lalu angka stunting di Kolaka Timur mencapai 31,3 persen, di tahun 2024 menurun jdi 16,9 persen.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kolaka Timur, Jumaeda, 
beharap angka stunting mengalami penurunan setiap tahun.

“Ini semua kerja keras dari Pemerintah Daerah melalui TPPS, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa di bawah kepemimpinan Bapak Bupati (Abd Azis) selaku pembina dan pengarah,” ujar Jumaeda.

Diketahui, stunting menggambarkan defisiensi gizi kronis yang terjadi dalam periode kritis kehidupan, mulai dari masa kehamilan hingga dua tahun pertama kehidupan anak. 

Kata Jumaeda, Kondisi ini bisa menimbulkan gangguan perkembangan fisik dan kognitif bersifat permanen, serta berpotensi meningkatkan risiko penyakit metabolik seperti resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular di masa dewasa. 

"Faktor penyebab utama dari stunting meliputi ketidak cukupan asupan nutrisi, infeksi berulang, serta faktor sosial ekonomi dan lingkungan yang tidak memadai. Kondisi ini diperparah oleh tingkat pendidikan, pendapatan yang tidak stabil, serta akses terbatas terhadap sanitasi dan layanan kesehatan yang berkualitas," katanya.

Ia menambahkan, stunting disebabkan oleh berbagai faktor mulai kehamilan, usia kehamilan, status gizi ibu, berat badan lahir rendah, panjang lahir pendek. 

"Risiko ini semakin tinggi bila terjadi infeksi berulang setelah lahir terutama diare dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Di tingkat keluarga, faktor sosial ekonomi dan pendidikan orang tua turut berperan penting," imbuhnya.

Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dilakukan secara berkala, seperti yang dilaksanakan tahun 2024, menjadi salah satu instrumen utama dalam memantau kondisi dan perkembangan status gizi balita secara nasional. 

Menurut Jumaeda, survei ini dirancang untuk memperoleh data akurat dan terpercaya terkait prevalensi stunting, faktor risiko terkait, serta efektivitas intervensi yang telah dilaksanakan. 

Disebutkan, manfaat utama pelaksanaan SSGI adalah sebagai dasar pengambilan kebijakan, perencanaan program, dan evaluasi keberhasilan strategi penurunan angka stunting nasional secara sistematis dan berkelanjutan. 

"Dengan data yang komprehensif, diharapkan seluruh pemangku kepentingan dapat melakukan penyesuaian kebijakan secara tepat, prioritas wilayah dan sasaran yang membutuhkan intervensi lebih intensif, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas program-program pencegahan dan pengendalian stunting," katanya.

Data hasil SSGI 2024, dapat digunakan untuk menyusun berbagai strategis nasional dan daerah dalam mencapai target penurunan angka stunting sesuai target RPJMN dan SDGs. 

Penggunaan data tersebut diharapkan mampu menekan prevalensi stunting secara signifikan dalam jangka menengah dan panjang, serta meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas generasi masa depan bangsa Indonesia.

Editor : Asdar Zuula

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut