Namun, berdasarkan data BLHKP Kabupaten Muna pada 2016 yang dikutip dalam penelitian tersebut, kawasan hutan lindung Jompi telah mengalami kerusakan kurang lebih 1.080 hektare atau 56,1 persen yang semuanya adalah hutan jati.
Akibat dari kerusakan ekosistem jati tersebut berdampak pada menurunnya debit air Sungai Jompi. Pada 1980-an debit air sungai bisa mencapai 300 liter perdetik. Namun mengalami penurunan drastis pada 2017 tinggal sekitar 120 liter perdetik.
"Ini menunjukkan kerusakan hutan di sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai) Jompi nyata adanya dan bisa mengancam pemenuhan kebutuhan air masyarakat di enam kecamatan," kata Jaelani.
Jompi, lanjut dia, merupakan mata air yang memenuhi kebutuhan masyarakat di beberapa kecamatan. Di antaranya, Kecamatan Katobu, Watuputih, Kontunaga, Duruka, Bata Laiworu dan Loghia.
"Namun, dari tahun ke tahun, debit air Sungai Jompi terus mengalami penurunan bahkan wilayah daerah aliran sungai (DAS) Jompi mengalami pendangkalan ketika musim hujan. Air keruh menjadi pemandangan yang terjadi saat hujan," jelasnya.
Untuk itu, sebagai Anggota Komisi IV DPR RI, Jaelani akan mendorong penaikan status Hutan Lindung Jompi menjadi kawasan hutan konservasi yang pengelolaannya dalam bentuk Taman Wisata Alam (TWA) Jompi.
TWA merupakan kawasan pelestarian alam yang statusnya adalah hutan wisata yang memiliki fungsi pelestarian ekosistem hutan, rekreasi dan pariwisata.
"Ekosistem hutan itu kan salah satunya mata air. Jadi ini yang akan kita selamatkan adalah mata air Jompi," tegasnya.
Editor : Asdar Zuula