KONAWE KEPULAUAN, iNewsKendari.id - Kehadiran perusahaan tambang di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara (Sultra) dinilai tidak melanggar aturan pemerintah. Sebaliknya, akan memberikan efek baik dalam hal penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan daerah, dan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat sekitar tambang dan Wawonii secara keseluruhan.
Menurut seorang konsultan dan pengacara pertambangan bersertifikasi, Marlion, S.H., CMLC, tambang di Kabupaten Konawe Kepulauan tidak melanggar hukum. Putusan Menteri ESDM No.104/2022 menyatakan bahwa Pulau Wawonii termasuk wilayah yang boleh dilakukan kegiatan pertambangan.
Dia juga menyebutkan bahwa, selain Keputusan Menteri ESDM, ada Peraturan Daerah Sulawesi Tenggara yang mengizinkan kegiatan pertambangan di setiap kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara.
Kuasa Hukum PT Gema Kreasi Perdana (GKP) ini juga menjelaskan, Undang-Undang (UU) No.27 tahun 2007 menyatakan bahwa kegiatan pertambangan boleh dilakukan jika tidak menimbulkan dampak negatif seperti kerusakan, pencemaran, atau merugikan masyarakat.
“Jadi, dari sisi regulasi dan peraturan, kegiatan pertambangan di pulau Wawonii, dibolehkan. Masyarakat Wawonii secara umum sangat bersyukur atas kehadiran perusahaan tambang di sini. Ada manfaat berlipat yang dirasakan masyarakat dengan kehadiran perusahaan tambang di pulau ini. Banyak tenaga kerja terserap, pertumbuhan ekonomi masyarakat pun akan bergeliat,” jelas Marlion.
Sementara terkait Putusan Mahkamah Agung kata Marlion, tidak secara langsung memerintahkan penutupan kegiatan pertambangan di Wawonii. Amar putusan tidak menyatakan bahwa kegiatan pertambangan harus dihentikan.
Putusan hanya meminta Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Konawe Kepulauan untuk merevisi RTRW. Hal itu dibuktikan oleh persetujuan substansi dari Kementerian ATR/BPN.
“Izin pertambangan, hanya bisa dihentikan oleh Kementrian ESDM, sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2020 pasal 119 bahwa izin pertambangan dapat dicabut oleh Menteri apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut pemegang IUP tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, pemegang IUP melakukan tindak pidana, dan pemegang IUP dinyatakan pailit. Kondisi inilah yang menjadi alasan dasar penghentian operasional tambang, dan unsur-unsur ini tidak terjadi di Wawonii,” kata Marlion.
Marlion, putra Roko-Roko, mengatakan penghentian tambang di Wawonii akan memiliki dampak sosial besar. Ribuan masyarakat yang bergantung pada tambang akan kehilangan pekerjaan, menimbulkan pengangguran. Daerah juga akan terkena dampak ekonomi, karena investasi yang sedang berjalan akan terganggu dan tidak dipertahankan. Akibatnya, pembangunan berbagai sektor yang diharapkan, terhambat.
"Bagi teman-teman atau kelompok tertentu yang mendesak penghentian tambang karena putusan MA, coba dibaca dan dipahami substansi dari putusan MA tersebut. Putusan MA itu, sama sekali tidak menyebutkan penghentian operasional tambang. tidak ada itu. Sebagai masyarakat Wawonii, kami justru mengkhawatirkan dampak sosial yang timbul akibat pernyataan-pernyataan yang tidak berdasar itu, justru membuat kondisi di Wawonii tidak kondusif. Padahal, selama ini, semuanya berjalan dengan baik, kondusif dan harmonis," ungkap Marlion.
Marlion, yang tinggal dekat tambang dan memantau kegiatan pertambangan, mengapresiasi kontribusi perusahaan melalui program CSR. Program tersebut sudah berjalan dan memfokuskan pada masyarakat lingkar tambang dan masyarakat Wawonii secara keseluruhan.
Perusahaan terlibat dalam program CSR dengan membangun Tower BTS yang berguna bagi perusahaan, karyawan, dan masyarakat umum. Perusahaan juga memperbaiki jalan Gunung Jati yang rusak setiap musim hujan.
Editor : Asdar Zuula
Artikel Terkait