JAKARTA, iNewsKendari.id - Muslim perlu memperhatikan pentingnya niat Puasa Ramadan beserta tata cara dan batas waktunya. Ulama Asy-Syafi'iyah menganggap membaca niat sebagai rukun puasa, sementara ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah menyatakan bahwa niat adalah syarat puasa.
Niat berada di dalam hati, bukan sekadar di lidah. Orang yang mengucapkan niat di lidah belum tentu sungguh-sungguh bermaksud di dalam hati. Sebaliknya, seseorang yang meniatkan di dalam hati tanpa mengucapkannya di lidah tetap dianggap telah berniat.
Setiap ibadah memiliki rukun yang menentukan kesahihan atau ketidak sah nya. Hal ini juga berlaku untuk puasa, di mana adanya rukun menjadi tolok ukur untuk menentukan apakah puasa tersebut sah atau tidak.
Ahmad Zarkasih, dalam bukunya "Bekal Ramadhan," menjelaskan bahwa niat puasa memiliki beberapa syarat. Menurut alMausu’ah al-Fiqhiyah Kuwait (28/21), para ulama madzhab sepakat bahwa ada empat syarat niat puasa, yaitu Jazm (Yakin), Ta’yiin (Ditentukan), Tabyiit (Pengukuhan), dan Tajdid (Diperbaharui).
Jumhur ulama dari al-Hanafiyah, Syafi’iyyah, dan al-Hanabilah sepakat bahwa niat puasa Ramadan harus diperbaharui setiap malam selama bulan Ramadan. Niat di awal bulan tidak cukup, melainkan perlu diperbaharui setiap harinya.
Niat Puasa Ramadhan
نـَوَيْتُ صَوْمَ غـَدٍ عَـنْ ا َدَاءِ فـَرْضِ شـَهْرِ رَمـَضَانِ هـَذِهِ السَّـنـَةِ لِلـّهِ تـَعَالىَ
Latin: Nawaitu shouma ghodin 'an adaain fardhi syahri romadhoona haadzihissanati lillahi ta'aala
Artinya: Saya niat mengerjakan ibadah puasa untuk menunaikan keajiban bulan Ramadhan pada tahun ini, karena Allah SWT.”
Imam al-Rafi’i al-Quzwaini (w. 623 H) dari kalangan al-Syafi’iyyah menciptakan lafadz niat tersebut dan mencantumkannya dalam kitabnya, "Fathul-‘Aziz bi Syarhi alWajiz" atau yang dikenal sebagai "alSyarhu al-Kabir li al-Rafi’iy" (6/293). Tujuannya adalah untuk memudahkan para muslim dalam menjalankan niat puasa Ramadan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Imam al-Nawawi menulis ulang redaksi niat tersebut dalam kitabnya "Raudhah al-Thalibin." Seiring waktu, redaksi ini menjadi sangat dikenal dan banyak diamalkan oleh kebanyakan muslim.
Tata Cara Niat Puasa Ramadhan
Memang, ada sedikit perbedaan tata cara niat puasa Ramadhan dengan puasa sunnah. Untuk puasa wajib, seperti puasa Ramadhan, qada, dan nazar, seseorang diharuskan untuk berniat di malam hari sebelum terbit fajar sebagai bagian dari persiapan menjalankan ibadah puasa.
Perbedaannya terletak pada puasa sunnah yang lebih longgar, memungkinkan seseorang untuk berniat di siang harinya. Sedangkan dalam Mazhab Syafi’i, niat puasa Ramadan harus dilakukan setiap hari pada malam Ramadhan sebagai bagian dari kewajiban menjalankan ibadah puasa.
Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam karyanya, Hasyiyatul Iqna’, menjelaskan sebagai berikut:
ويشترط لفرض الصوم من رمضان أو غيره كقضاء أو نذر التبييت وهو إيقاع النية ليلا لقوله صلى الله عليه وسلم: من لم يبيت النية قبل الفجر فلا صيام له. ولا بد من التبييت لكل يوم لظاهر الخبر
“Disyaratkan berniat di malam hari bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, atau puasa nadzar. Ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW, ‘Siapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.’ Karenanya, harus niat puasa di setiap hari (bulan Ramadan) jika melihat redaksi zahir hadits.” (Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Iqna’, juz 2)
Batas Waktu Membaca Niat
Mustasyar PBNU Dr. KH Zakky Mubarak, seperti dikutip dari laman dakwahnu.id, menjelaskan bahwa niat untuk melaksanakan ibadah puasa sebaiknya dilakukan pada malam hari, mulai dari waktu Maghrib hingga waktu fajar. Keharusan niat dalam setiap ibadah, termasuk puasa, didasarkan pada firman Allah SWT:
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ
“Dan tidakkah mereka diperintahkan, kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas semata-mata karena (menjalankan) agama dengan lurus…”. (QS. al-Bayyinah, 98:5).
مَنْ لَمْ يُجْمِ عْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Siapa yang tidak membulatkan niat puasa sebelum terbit fajar, maka tidak ada puasa baginya (tidak sah puasanya)”. (Hadis Shahih, riwayat Abu Dawud: 2098 al-Tirmidzi: 662, dan al-Nasa’i: 2293).
Jumhur ulama sepakat bahwa niat untuk berpuasa fardhu harus sudah terpasang sejak sebelum memulai puasa. Puasa wajib dianggap tidak sah jika tidak ada niat sebelum waktu fajar dimulai.
Dalam fiqih, hal seperti itu diistilahkan sebagai "tabyit an-niyah" (تبييت النية), yang berarti memastikan niat telah terpasang sejak semalam. Batas paling akhirnya adalah ketika fajar shubuh hampir terbit.
Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW :
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ طُلُوعِ الفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ
Dari Hafshah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Barang siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya.” (HR. Tirmidzy, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).
Para ulama sepakat, ketentuan berniat sejak sebelum terbitnya fajar hanya berlaku untuk puasa yang hukumnya fardhu, seperti puasa Ramadhan.
Editor : Asdar Zuula