Jaelani menyebut, ancaman terbesar kelangsungan hidup anoa adalah perburuan liar.
"Anoa sering diburu untuk diambil daging, kulit, dan tanduknya. Selain itu, kerusakan dan fragmentasi habitat akibat pembukaan lahan untuk pertanian, pertambangan, pemukiman, serta pembalakan liar, turut memperparah kondisi. Konflik dengan manusia juga sering terjadi karena semakin sempitnya habitat anoa," sebut Jaelani.
Ia menambahkan, anoa memiliki nilai ekologis dan ilmiah yang unik sebagai satwa endemik Indonesia. Keunikannya sebagai "kerbau kerdil" menjadikannya objek studi penting.
Tak hanya itu, anoa juga memiliki nilai budaya dan kebanggaan nasional, bahkan Provinsi Sulawesi Tenggara dikenal sebagai "Bumi Anoa" dengan menggunakan kepala anoa sebagai lambang daerah.
"Menyelamatkan anoa bukan hanya tentang menjaga satu spesies, tetapi juga tentang melindungi seluruh ekosistem hutan Sulawesi, menjaga keseimbangan alam, dan melestarikan warisan alam Indonesia untuk generasi mendatang," jelas Jaelani.
Mewujudkan perlindungan anoa, mahasiswa Kehutanan UHO Kendari dan Jaelani mendorong berbagai upaya konservasi, antara lain:
Perlindungan Habitat (In-situ Conservation): Melalui penetapan kawasan konservasi, patroli anti-perburuan, pengelolaan habitat, pencegahan kebakaran hutan, dan pengendalian fragmentasi habitat.
Penegakan Hukum: Pemberantasan perburuan dan perdagangan ilegal, pengawasan pasar gelap, serta kerja sama antar lembaga penegak hukum.
Penangkaran (Ex-situ Conservation): Mendirikan pusat penangkaran, menjalankan program pembiakan, dan upaya reintroduksi ke habitat alami yang aman.
Penelitian dan Pemantauan: Melakukan survei populasi, studi genetik, ekologi, perilaku, dan penelitian ancaman.
Edukasi dan Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Kampanye edukasi, penyuluhan komunitas, pelibatan masyarakat lokal, dan integrasi materi konservasi dalam kurikulum pendidikan.
Editor : Asdar Zuula
Artikel Terkait