MENTAWAI, iNewsKendari.id – Di sudut terpencil Kepulauan Mentawai, saat dunia sibuk mengejar teknologi dan pengobatan modern, seorang pria lanjut usia tetap setia pada tradisi leluhur. Namanya Kukru Kerei, usia 66 tahun, satu dari sedikit sikerei yang tersisa di Dusun Matektek, Desa Matotonan. Ia adalah pewaris ilmu penyembuhan kuno Mentawai, yang tak hanya meracik ramuan dari hutan, tapi juga menjalin hubungan spiritual dengan alam.
Kukru bukan tabib biasa. Ia meramu obat dari daun, akar, dan kulit kayu—semuanya dipilih langsung dari hutan dan diolah dengan tangan, doa, serta keyakinan turun-temurun. Salah satu ramuan yang ia buat, laggek pukop kabed kelik, terdiri dari 18 jenis tanaman dan khusus diperuntukkan bagi perempuan pascamelahirkan.
“Kanak laggek sinanalep nane simasingin lek,” tutur Kukru sambil tersenyum. “Kalau obat untuk kaum perempuan, biasanya harum.”
Pada akhir November 2024, tim kami mengikuti Kukru saat ia meracik obat untuk cucunya yang baru saja melahirkan anak kembar—sebuah proses yang bukan sekadar penyembuhan, tapi juga bentuk penghormatan kepada alam dan leluhur.
Sikerei: Pilar Spiritual dan Kesehatan Masyarakat Matotonan
Bagi masyarakat Matotonan, sikerei bukan hanya penyembuh. Mereka adalah penjaga harmoni antara manusia dan alam, sekaligus pemimpin dalam berbagai upacara adat. Jika ramuan pertama tak menyembuhkan, dilakukan ritual pabetei—upacara pembersihan diri dari roh jahat, yang melibatkan persembahan hewan dan doa khusus.
Editor : Asdar Zuula
Artikel Terkait