"Selain besarnya resiko yang dihadapi dari kondisi cuaca dan lautan yang menantang, apabila tertangkap, kapal beserta hasil tangkapan akan disita dan dimusnahkan, selanjutnya nelayan akan mendapat hukuman denda yang tinggi dan akan dipenjara apabila tidak dapat membayar denda tersebut," papar Nugroho Aji.
Lanjut Nugroho Aji, kabar buruk lainnya adalah, mulai tahun 2025 Pemerintah Australia telah menyampaikan kepada Perwakilan Indonesia di KBRI Canberra bahwa, mereka tidak lagi menyediakan jasa lawyer atau penasehat hukum bagi para nelayan Indonesia yang di proses hukum oleh Pemerintah Australia. Itu artinya nelayan indonesia kemungkinan akan mendapatkan hukuman yang lebih berat dari sebelumnya.
Mata Pencaharian Alternatif
KKP dan Pemerintah Australia sedang menyusun program alternatif mata pencaharian bagi para nelayan Indonesia yang akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi geografis masing-masing wilayah.
Pemerintah Australia, juga tengah menggagas kemungkinan untuk memberikan visa kerja di kapal-kapal perikanan Australia bagi nelayan Indonesia, dengan syarat mereka tidak boleh tersangkut tindak pidana dan tidak boleh mempunyai catatan kriminal pernah ditangkap oleh Pemerintah Australia.
Perwakilan AFMA, Lidya Woodhouse mengungkapkan bahwa, Pemerintah Australia sangat prihatin karena para nelayan Indonesia yang menangkap ikan tanpa izin di Perairan Australia tersebut tidak hanya masuk ke wilayah perbatasan, namun telah jauh menjelajah hingga ke wilayah teritorial di Western Australia.
Kata Lidya Woodhouse, Australia memiliki peraturan perikanan dan lingkungan hidup yang sangat ketat untuk melindungi lingkungan dan biota laut yang dimiliki.
"Traditional fishing right yang diberikan kepada nelayan tradisional Indonesia di kawasan MoU Box, hanya diberikan kepada nelayan Indonesia yang menggunakan kapal layar tanpa mesin untuk menangkap ikan yang hidup di kolong air saja," kata Lidya.
Editor : Asdar Zuula
Artikel Terkait