Menurut Ketua BPD Desa Pitulua, Ahmad Yarib, setelah menerima keluhan para nelayan, pihaknya segera turun lapangan memastikan kebenaran pencemaran aliran air yang diduga berasal dari lokasi PT. RJL.
"Air laut tercemar akibat dari limbah pengerukan tanah tambang PT. RJL yang berada di Desa Totallang, pas aliran air tersebut di depan Pesanteren Baitul Maqdis Totallang," kata Ahmad Yarib.
Lanjut Yarib, perusahaan tambang PT. RJL seharusnya bertanggung jawab atas situasi ini. Mereka diharapkan mematuhi prosedur dengan pembuatan sediment pond (kolam pengendapan), di mana semua tanah dan lumpur seharusnya disaring sebelum dialirkan ke sungai atau laut. Namun, sayangnya, kata Yarib, hal tersebut tidak dilakukan oleh perusahaan tersebut.
"Kami pantau dari udara dengan menggunakan drone, sepanjang aliran sungai sepanjang 6 kilo meter semua air sungai yang menuju ke laut berwarna merah kecoklatan," katanya.
Kata Yarib, kami mendesak Pemerintah Kabupaten Kolaka Utara (Kolut), untuk segera meninjau lokasi dampak pencemaran ini. Kami juga meminta anggota DPRD Kolut, untuk turun langsung ke lapangan dan mencari solusi.
Selain pencemaran air laut, pantauan di lapangan juga menunjukkan bahwa puluhan hektar tanaman padi di Desa Rante Limbong terancam gagal panen.
Editor : Asdar Zuula
Artikel Terkait