KONAWE SELATAN, iNewsKendari.id – Seorang pria usia 54 tahun bertaruh nyawa mempertahankan tanahnya di Desa Lawisata, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara(Sultra), dari aktivitas perusahan tambang nikel.
Namanya Asmara, suami ibu Sunaya pemilik lahan. Dalam video yang beredar luas, Asmara, datang ke lokasi pertambangan untuk menghentikan aktivitas produksi penambangan nikel, pada Sabtu (25/1/2025). Ia nekat mengadang alat berat dan berbaring di tanah dengan risiko besar.
Ironinya, sejumlah karyawan perusahaan hanya merekam aksi Asmara yang menantang maut ini, menggunakan kamera handphone.
Asmara mendatangi seorang pekerja, agar menghentikan aktivitas penambangan karena lahan tersebut masih proses hukum di tingkat Pengadilan Tinggi Sultra.
“Kalau belum inkrah kita menunggu dulu,” kata Asmara kepada seorang pekerja, Sabtu (25/1/2025).
Namun pihak perusahaan bersikukuh, sebelum ada putusan Pengadilan Tinggi, status tanah masih milik perusahaan yang dibeli dari seseorang bernama Kumbolan.
“Sepanjang masih proses persidangan ini masih tetap punya pak kumbolan,” kata pekerja kepada Asmara.
Menurut kuasa hukum pemilik lahan Sunaya, Fahrial Ansar SH, sengketa tanah seluas 9 hektare ini sudah dimenangkan oleh Sunaya di Pengadilan Negeri Andoolo, dengan nomor putusan 17/PDT.G/ 2024/PN ADL.
Namun pihak perusahaan tidak menerima putusan itu dan melakukan upaya banding di Pengadilan Tinggi Sultra.
Kata Ansar, harusnya pihak perusahaan tidak beraktivitas di lahan tersebut karena belum memiliki kekuatan hukum tetap, apalagi di tingkat pengadilan negeri dimenangkan oleh kliennya.
“Peristiwa yang terjadi kemarin (Sabtu, 25 Januari 2025), di site laonti, itu rasa kekesalan dari klien kami, karena klien kami ini sudah merasa bahwa berhak atas kepemilikan tanah yang sekarang ini dijadikan aktivitas pertambangan. Seharunya dari pihak perusahaan itu tidak dulu melakukan aktivitas pertambangan karena dengan adanya putusan Pengadilan Negeri Andoolo itu yang dimenangkan oleh klien kami mereka masih melakukan upaya hukum,” kata Ansar, ditemui pada Minggu (26/1/2025).
“Pada intinya itu kami inginkan (perusahaan) untuk tidak melakukan aktivitas (penambangan nikel) sebelum ada putusan pengadilan yang final dan mengikat,” imbuh Ansar.
Informasinya, setelah peristiwa penghentian aktivitas penambangan nikel, diadakan pertemuan antara pihak perusahaan dan pemilik lahan. Salah satu kesepakatan, pihak perusahaan tidak akan melakukan aktivitas sebelum ada putusan pengadilan yang inkrah.
Meski ada kesepakatan itu, keesokan harinya Minggu (26/1/2025) pihak perusahaan masih tetap melakukan aktivitas penambangan nikel.
Kuasa hukum Ansar mengungkapkan, awalnya tanah sengketa yang saat ini menjadi aktivitas penambangan nikel dikelola oleh orang tua Kumbolon, namun pada tahun 1985, tanah tersebut dijual. Tanah ini sudah beberapa kali berpindah kepemilikan hingga dibeli dan menjadi milik Sunaya suami Asmara.
Setelah dibeli oleh Sunaya, diterbitkan SKT oleh pemerintah desa setempat pada tahun 2010 atas nama Sunaya. Sejak saat itu, Sunaya dan suaminya Asmara melakukan aktivitas perkebunan di lahan tersebut.
Sementara pihak perusahaan membeli tanah tersebut dari Kumbolon dengan bukti SKT tahun 2024 yang juga dikeluarkan pemerintah desa yang saat itu sudah berganti kepala desa.
Editor : Asdar Zuula