Ambo menyebutkan, dari sosialisasi itu dia mengetahui bahwa, lahan perkebunannya bakal terdampak rencana pembangunan itu. Lahan yang masuk dalam rencana itu akan dibebaskan dan akan mendapatkan ganti untung tanaman dan lahan sesuai dengan dasar kepemilikan lahan masyarakat setempat.
Ganti untung itu, menurutnya, semacam diberikan pembayaran tanaman yang dirusak di lahan perkebunan, selain itu warga yang memiliki dokumen kepemilikan lahan yang sah juga akan mendapat kompensasi dan ganti rugi.
"Pernah ada kesepakatan kompensasi dan ganti rugi bersama pihak perusahaan yang difasilitasi pemerintah Kecamatan saat sosialisasi dan pertemuan bersama warga," ungkapnya
Setelah beberapa tahun, lahan kebunnya telah hilang namun pihak perusahaan dan pemerintah yang mengiming-imingi ganti rugi hingga kini juga belum merealisasikan perjanjian sesuai dengan pertemuan yang telah dilakukan beberapa kali bersama masyarakat sekitar.
"Tidak ada lagi kebun untuk menghidupi keluarga, kompensasi dan ganti rugi yang ucap hingga ditandatangani hanya sebatas janji, semua berubah menjadi sarana yang telah dibangun oleh perusahaan," tuturnya.
Perjuangan Ambo Tang bersama sejumlah warga yang belum mendapatkan kompensasi dan ganti rugi dari perusahaan sudah kerap dilaporkan kepada Pemerintah Kabupaten Kolaka, bahkan laporan perusakan tanaman pun sudah dilakukan hingga ke Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra). Namun respon pemerintah dan pihak perusahaan tidak peduli dan masih melanjutkan rencana pembangunan di lahannya.
"Beberapa kali pertemuan dengan pemerintah, DPRD, Polsek Hingga Kami ke Polda namun belum juga direspon dari Mereka," kesalnya.
Ambo Tang memilih memperjuangkan haknya sebagai warga Wolo, Blok Lapao-pao. Ia ingin setidaknya diberikan nominal ganti rugi yang layak dan juga transparan atas kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Perusahaan PT Ceria Nugraha Indotama.
Editor : Asdar Zuula