JAKARTA, iNewsKendari.id - Gugatan Uni Eropa terkait kebijakan hilirisasi nikel Indonesia, dikritik Menteri Investasi atau Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), Bahlil Lahadalia.
Kritikan ini disampaikan Bahlil, saat menerima kunjungan mahasiswa pascasarjana Harvard University, Amerika Serikat di kantor Kementerian Investasi/BKPM.
Menurut Bahlil, pemerintah Indonesia fokus pada industri hilirisasi dengan pendekatan energi hijau dan industri hijau. Namun langkah ini tidak sepenuhnya memperoleh dukungan negara-negara maju.
Indonesia menghadapi gugatan dari Uni Eropa melalui WTO (World Trade Organization) terkait kebijakan pemberhentian ekspor nikel pada tahun 2019.
“Saya jujur mengatakan, saya bingung dengan cara berpikir dari sebagian negara-negara maju. Ketika Indonesia memperjuangkan untuk hilirisasi memberikan nilai tambah dan kolaborasi dengan pengusaha-pengusaha lokal, sebagian negara-negara tersebut tidak mau. Sementara mereka tahu bahwa sebuah negara berkembang menuju negara maju, salah satu instrumennya adalah melakukan hilirisasi,” ungkap Bahlil.
Kata Bahlil, kebijakan yang sama telah lebih dulu dilakukan negara-negara maju seperti Inggris, Tiongkok, dan Amerika, melakukan hilirisasi dalam rangka menjaga kedaulatan industri di negaranya masing-masing.
“Inggris di abad ke-16 ketika mereka memberhentikan ekspor wool sebagai bahan baku tekstil. Amerika di abad ke-19 dan 20 begitu juga. Mereka menggunakan pajak progresif untuk impor dalam rangka menjaga kedaulatan industrinya lebih bagus. China di tahun 80-an itu aturan TKDN-nya 80 persen dan industrinya bagus sekarang,” ujar Bahlil.
Saat ini, menurut Bahlil, sudah saatnya negara maju maupun negara berkembang membangun kolaborasi dan kerja sama yang baik, dalam rangka membangun ekonomi dunia yang lebih adil dan merata, dengan memperhatikan pada energi hijau dan industri hijau.
Selain itu, Bahlil juga menyampaikan optimismenya bahwa Indonesia akan menjadi negara hilirisasi di kawasan Asia Tenggara yang fokus pada pengelolaan sumber daya alam.
Editor : Asdar Zuula