KENDARI, iNewsKendari.id - Film bernuansa toleransi, cinta dan nasionalisme berjudul "Abdul & Maria", garapan anak Sulawesi Tenggara (Sultra), Jaya Tamalaki, segera diproduksi.
Film yang diangkat dari novel berjudul Abdul & Maria yang juga ditulis Jaya Tamalaki, akan diproduksi Tim Produksi Spektra Kreasi Yasa (SKY) Film.
Menurut Jaya Tamalaki, film garapannya ini akan melibatkan 500 pemain lokal Sultra hingga papan atas. Namun Jaya menargetkan, film ini akan diperankan 388 orang lokal Sultra.
"Saya sebagai warga Sultra menginginkan pemain film ini didominasi oleh para pemain lokal. Saya targetnya bisa mencapai sekitar 388 orang semua anak-anak lokal di Sultra," kata Jaya di Kendari, Rabu (16/8/2023).
Nantinya kata Jaya, pemain lokal Sultra akan beradu akting dengan artis papan atas nasional dalam film garapannya berjudul Abdul & Maria.
Saat ini open casting untuk anak lokal Sultra, tengah dilakukan. Tim Produksi SKY Film, akan keliling pada 17 Kabupaten/Kota di Sultra, untuk mengadakan open casting mencari pemain kompoten dan layak.
Alasan Jaya melibatkan anak lokal dalam film garapannya, untuk mencari bakat-bakat seni peran yang terpendam pada diri masyarakat Sultra.
Jaya juga memberikan bocoran bahwa 80 persen cuplikan film Abdul & Maria, akan mengambil lokasi di wilayah Sultra dan sekitarnya.
"Kenapa pemainnya orang Kendari dan Sultra, kenapa pengambilan gambarnya juga di sini, karena di sini tanah kelahiran saya," ungkap Jaya.
Harapannya pemilihan warga lokal sebagai pemeran film garapannya, bisa memacu bakat masyarakat Sultra dalam dunia aktor dan bersaing dengan daerah-daerah lain.
"Kenapa harus orang-orang dari luar saja, kalau anak-anak kita di Sultra ini juga bisa, dan pasti banyak potensi-potensi dan bakat baru bermunculan," ujarnya.
Open casting pertama akan mengambil tempat di Kota Kendari mulai Sabtu (19/8/2023). Informasi lebih lanjut, bisa mengunjungi sosial media Instagram @sultramelaju.
Sinopsis Film 'Abdul & Maria'
Film Abdul & Maria bercerita tentang seorang pemuda asal Sultra bernama Abdul yang memiliki hobi sebagai fotografer, putra tunggal Kepala Dinas Kemenag Sultra. Lalu Maria seorang penganut agama Katolik taat, putri dari pasangan Paulus Alexsandro Yohakim mantan diplomat Italia untuk Indonesia dan wanita pengacara asal Solo.
Profesi Maria sebagai seorang Arkeolog lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) mengantarkannya ke Sultra untuk meneliti situs-situs sejarah. Kemudian Abraham Yusak, yang dipanggil Bram, seorang arkeolog asal Italia beragama Yahudi.
Bram merupakan seorang pria yang tumbuh dengan doktrin anti-semit yang kental dikarenakan pendahulu dari keluarganya merupakan korban pembantaian Nazi Jerman (peristiwa Holocaust) saat era perang dunia.
Kemudian, Maria, Bram, dan 2 rekan Maria lainnya yaitu Greci dan Rosa tertarik meneliti Goa Tengkorak di Pulau Labengki, Sultra.
Menurut Maria, simbol-simbol yang ada di dalam berbagai tulisan dan gambar di Goa Tengkorak tersebut boleh jadi berhubungan dengan budaya dan kepercayaan mitologi bangsa Mesir Kuno dan Yunani. Ketertarikan Maria dengan Goa Tengkorak yang ada di Pulau Labengki bermula dari foto-foto yang diunggah ke laman media sosial milik Abdul.
Bram ternyata diam-diam menyimpan rasa cinta kepada Maria. Namun Maria diam-diam menyimpan rasa terhadap Abdul dan begitu juga Abdul. Terjadilah cinta segi tiga antara Abdul, Maria, dan Bram yang berbeda latar belakang sosial, budaya dan agama.
Selain sisi romansa, film ini juga menceritakan sisi tragedi dan kekacauan akibat serangkaian misteri pembunuhan yang dialamatkan kepada tim ekspedisi hingga melibatkan pemerintah Indonesia dan Italia.
Abdul sebagai pemandu tim ekspedisi harus berjibaku menolong dan menyelamatkan rekan-rekannya dari tragedi dan kekacauan tersebut. Aksi heroik Abdul membuat Maria yang selama ini membentengi hatinya perlahan-lahan mulai runtuh yang akhirnya mengutarakan isi hatinya kepada Abdul, namun keduanya sadar jika ada jurang yang terlalu lebar menghalangi keduanya.
Upaya keluarga Abdul dan Maria memisahkan keduanya karena alasan keyakinan dan status sosial, berakhir sebaliknya. Situasi dramatis, dan pengorbanan Abdul dalam upaya menyelamatkan Maria dan kawan-kawan, akhirnya secara natural menghapus semua alasan untuk memisahkan keduanya. Sehingga tergenapilah apa yang dikatakan dalam sepenggal dialog dari film ini.
"Kita memang berbeda secara keyakinan, tetapi sefitrah secara kemanusiaan"
Diakhir cerita, film yang secara makna mengisahkan percintaan spiritual antara ayahanda Rasulullah SAW (Abdullah) dan Ibunda dari Yesus Kristus (Maria) berhasil menghabisi semua argumen dan alasan penantang cinta Abdul & Maria. Akhirnya, keduanya menjalani takdir cinta yang harganya sangat mahal.
Kisah dramatis film ini, melampaui kisah cinta Romeo dan Juliet. Sehingga kita sampai pada kesimpulan bahwa cinta adalah jawaban dari semua pertanyaan dan perbedaan.
"Tuhan menciptakan manusia dalam berbagai bangsa tetapi mengikatnya dalam satu fitrah cinta dan kemanusiaan yang sama"
Editor : Asdar Zuula
Artikel Terkait