KENDARI, iNewsKendari.id - Sebelumnya, viral di media sosial pemberitaan tentang dua orang pria RM dan KRM, pekerja buruh bangunan dan penjual nasi di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), menjadi tersangka kasus dugaan mafia tanah.
Saat ini, tuduhan itu belum memiliki kekuatan hukum tetap. Kedua istri dari terduga pelaku menyampaikan keterangannya mengenai masalah yang menimpa keluarga mereka, Jumat (24/5/2024).
Kisah bermula dari sengketa tanah antara suami mereka dengan MRL, seorang pengusaha properti, yang telah berlangsung sejak 2018.
“Sengketa tersebut telah dimenangkan oleh suami kami, di mana saat ini telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat,” kata mereka.
Bahkan, keputusan pengadilan pada Februari 2022 menyatakan bahwa eksekusi tanah tersebut sah dan dimenangkan oleh RM dan KRM.
“Dalam obyek tanah tersebut terdapat 12 keputusan yang keseluruhannya dimenangkan oleh suami kami dan telah dilakukan eksekusi oleh pengadilan pada bulan Februari 2022 yang lalu,” ujar istri terduga pelaku.
Menurut istri RM, tanah tersebut merupakan warisan dari orang tua suaminya yang telah dikelola terus menerus sejak 1974 dan dilanjutkan oleh suaminya sejak 2009.
“Namun saudara MRL sebagai pengusaha properti yang melakukan pembangunan perumahan di dekat tanah suami saya, mensertifikatkan tanah tersebut tanpa sepengetahuan suami saya, termasuk tanah yang dikuasi oleh 2 orang rekan suami saya yang selama ini mereka kuasai secara turun temurun,” jelasnya.
Istri RM menambahkan bahwa, suaminya dituduh menggunakan surat palsu tahun 1972.
“Sementara suami saya tidak pernah mengetahui apalagi menggunakan surat sebagaimana yang dituduhkan, sangat jelas surat tersebut adalah milik Almarhum Teedu yang merupakan ayah dari Almarhum Yuddin Teedu yang merupakan rekan seperjuangan suami saya dalam perkara sebelumnya dengan MRL,” ujarnya.
“Jadi saya merasa surat-surat milik orang lain dituduhkan ke suami saya,” imbuhnya.
Akibat tuduhan ini, keluarga mereka harus menjalani hidup yang sulit, bahkan masih harus mengontrak rumah dan berjualan nasi kotak.
“Bahkan hidup masih dengan mengontrak, mengais rezeki dengan berjualan nasi kotak, harus diperhadapkan dengan masalah yang sama sekali tidak pernah dilakukan oleh suami saya,” ujarnya.
Istri dari KRM, pria yang juga dituduh sebagai mafia tanah, mengungkapkan bahwa setelah eksekusi tanah, suaminya terus mendapatkan tekanan dengan cara dilapor ke Polisi.
“Sebelumnya dilapor di Polres, yang akhirnya laporan tersebut dicabut sendiri, lalu laporan Almarhumah Wa Haderan di Polda Sultra yang sebelumnya sudah dihentikan melalui surat Penghentian Penyelidikan dengan alasan bukan merupakan tindak pidana. Namun laporannya dilanjutkan di polda Sultra,” ujarnya.
Menurutnya, surat yang dituduhkan tidak ada kaitannya dengan kepemilikan tanah suaminya.
"Sepengetahuan saya surat tersebut tidak ada kaitannya dengan surat kepemilikan tanah suami saya dan suami saya tidak pernah menggunakan surat tersebut. Namun seakan suami saya dipaksa untuk menjadi tersangka atas sesuatu yang tidak pernah dia lakukan,” jelasnya.
"Suami saya hanyalah seorang tukang batu dengan pendidikan terbatas. Tuduhan ini sangat menyakitkan dan tidak pernah kami bayangkan," ungkapnya.
Kedua istri terduga pelaku mengungkapkan harapan mereka agar keadilan bisa ditegakkan.
"Kami hanya masyarakat kecil yang mengandalkan hidup dari keringat suami. Tuduhan yang menyakitkan ini telah merusak kehidupan kami," kata mereka.
Di tengah keterbatasan, keluarga kedua terduga pelaku berjuang menghadapi tuduhan berat ini. Mereka berharap, masyarakat dan pihak berwenang dapat melihat kebenaran dan memberikan keadilan yang sesungguhnya.
Editor : Asdar Zuula
Artikel Terkait